PENDIDIKAN

Bagaimana Kedudukan Anak, Yang Sudah Pindah Agama Terhadap Warisan Sesuai Hukum Adat, Ini Penjelasan Dr. I Ketut Wirawan. SH.M.hum.

SOROT BALI, DENPASAR – Dr. I Ketut Wirawan. SH.M.hum Mengatakan, sebelum kita membahas tentang warisan kita harus tahu, apa itu hukum adat, kepada siapa hukum adat itu berlaku,  dalam perkawinan dan keluarga, barulah kita membahas Warisan dan pengertian warisan yakni Hartawarisan, Pewaris dan Ahliwaris Dan terakhir hilangnya hak Mewaris (hak waris).

 

 

“ Dr. I Ketut Wirawan. SH. M.Hum Menjelaskan, Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis secara perundang-undangan Indonesia yang mengandung unsur agama, berlaku pada masyarakat hukum adat (Ter Haar ) menggunakan istilah rechts gemenschap yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (sebagai persekutuan hukum) sesuai dengan lingkaran hukumnya. Demikian pula dengan hukum adat Bali, hukum adat Bali ini berlaku pada masyarakat hukum adat Bali, yakni orang Bali yang beragama Hindu yang terikat pada persekutuan hukumnya, baik teritorial (desa) dan genealogis (soroh).  Pada umumnya hukum adat hanya berlaku pada hukum yang bersifat privat oleh karena hal-hal yang bersifat publik pada umumnya diatur dalam hukum negara (hukum positif ) yang ditetapkan oleh negara.

Di indonesia ada tiga sistem yaitu sistem patrenial keturunan laki laki dan sitem matrenial mengikuti garis ibu dan orental mengikuti garis ibu dan bapak, khusus di bali mengikuti sitem Patrenial dan dibali itu mengenal satu sombah  yakni orang itu hanya punya satu keluarga yaitu keluarga yang mengikuti garis keturunan dari bapaknya dan bagaimana kalau keluarga itu tidak punya anak laki laki dia bisa mengangkat anak perempuanya sebagai sentana rajeg artinya seorang perempuan itu dirubah setatusnya menjadi laki laki walaupun secara pisik dia adalah perempuan namun secara hukum adat dia laki laki karena dia akan meneruskan kewajiban dan hak orang tuanya,

Baca Juga :  Menyambut HUT RI ke 79 SMA 5 Denpasar Menggelar Beberapa Lomba dan Pengukuhan Pasukan Pengibar Bendera.

 

“Terkait perkawinan, karena perkawinan mengikuti sitim Patrenial maka anak perempuan yang kawin dia akan mengikuti suami dalam arti dia memutus hubungan dengan orang tuanya untuk masuk kedalam keluarga suaminya sehingga anak yang lahir itu mengikuti keluarga suaminya, dan bagaimana kalau keluarga hanya mempunyai anak perempuan dan tidak punya anak laki laki  dia merubah sentana rajeg dengan meminta anak laki laki dan anak laki laki itu memutuskan hubungan dengan keluarganya dan menjadi satu dengan keluarga istrinya sehingga yang lahir itu anak istrinya yang nantinya akan menjadi pewaris  yang akan melanjutkan keturunanya itu.

 

“ Terkait warisan, di dalam hukum adat bali yang dimaksud dengan pewarisan adalah Peralihan kewajiban dan hak dari satu generasi ke generasi berikutnya, beda dengan hukum barat kalau hukum barat hak dahulu baru kewajiban, “ Kalau dibali adalah mengutamakan kewajiban dahulu baru hak sehingga mendapatkan konsekuensi siapa yang menjalankan Kewajiban hanya dialah yang mendapatkan Hak,  “Kalau seorang perempuan dia tidak menjalankan kewajiban terhadap orang tuanya karena perempuan sudah keluar dari keluarga dan menikah dengan orang lain maka dari itu perempuan tidak mendapat Warisan, Kalau laki laki karena dia menjalankan kewajiban maka dia mendapatkan Warisan,

 

Apa kewajibannya, yang pertama sebagai penerus keluarga, kedua memelihara orang tua kalau orang tua sudah tua, ketiga menjalankan kewajiban kewajiban orang tua, kewajiban terhadap desa, terhadap keluarga, terhadap merajan dan bertanggung jawab akan melakukan pengabenan terhadap orang tuanya apabila orang tuanya meninggal, “ Karena itulah dia mendapatkan Hak ( Waris) kalau perempuan tidak,  tetapi karena perkembangan jaman perempuan juga dapat diberikan bagian dari orang tua tetapi tidak berupa hak yaitu berupa pemberian sukarela dari orang tuanya atau yang disebut dengan Tatadan karena pemberian itu tidak ada urusannya dengan orang tua selanjutnya,

Baca Juga :  Pada Hari Raya Saraswati Yayasan Dwijendra Melaksanakan Persembahyangan Bersama Yang Dirangkai Dengan Samawartana.

Sehingga unsur warisan ada tiga, ada harta warisan, ada pewaris, ada ahli waris, jadi ada yang memberikan ada yang menerima , jadi warisan itu jatuh hanya pada laki laki dengan kosekwensi dia harus menjalankan kewajiban sebagai laki laki baik terhadap orang tua, terhadap desa, dan wajib ngayah dikarang desa,

 

“ Dan kemudian ada seorang kehilangan Hak waris, kapan seorang kehilangan Hak Waris ?, “ Pertama apabila dia diangkat orang lain sebagai anak, jadi dia keluar dari orang tuanya dan putus hubungan dengan orang tuanya dan masuk kedalam bapak angkatnya ( orang tua angkatnya), dan menjadi waris orangtua angkatnya, itulah yang disebut satu sombah dia hanya boleh satu warisan dan tidak boleh ada waris ganda karena menyangkut satu sembahyang kepada tuhan dan kedua pada leluhur , artinya dia keluar dari sorohnya dan masuk kesoroh orang lain itulah yang disebut satu Sombah.

“ Yang Kedua orang yang kawin keluar, artinya apabila dia seorang perempuan atau laki laki ikut kawin kepada suami atau istri maka hilanglah haknya sebagai waris,

“ Kemudian yang ketiga, orang yang Durhaka kepada orang tua, seperti mau membunuh atau orang tua masih hidup sudah minta warisan dan itu bisa kehilangan hak warisan.

 

“ Kemudian yang ke empat,  orang Pindah Agama, Kenapa pindah agama tidak boleh mendapat warisan? karena dia tidak lagi menjalankan kewajiban orang tuanya , Seperti nantinya ada kewajiban terhadap merajan, terhadap leluhur, terhadap agama,  kita ini menyembah agama dan leluhur,   kalau agama lain bisa tidak menyembah seperti ini kan tidak boleh, oleh sebab itu bagaimana orang dengan agama yang berbeda bisa menjalankan kewajiban orang tuanya itu, “ Maka kembali lagi didalam Hukum Adat Bali Warisan itu bukan Hak,   itu Kewajiban, maka jalankan dulu kewajiban baru mendapat Hak kalau anda tidak jalankan Kewajiban anda tidak dapat Hak kecuali  diberikan sukarela dengan orang tua.

Baca Juga :  Masa Liburan Sekolah, SMA Negeri 1 Denpasar Menggelar Pasraman Kilat.

 

Seperti orang berkasta namanya Ninggalin Kedaton atau  kalau orang Biasa namanya Goak ngalain Taluh.

“ Boleh pindah agama tetapi konsekuensinya akan kehilangan Hak ( Warisan).” Jelas Dr. I Ketut Wirawan. SH. M.Hum. (*).